Saya dan Tugas Kehidupan

Minggu, 24 Oktober 2010
ehm... Kali ini saya mau jujur (bukannya biasanya saya nggak jujur loh, cuma nggak semua saya beri tahu orang lain aja  :D).

Beberapa hari terakhir ini, self esteem saya sedang drop sampai ke dasar jurang.

Entahlah, mungkin sindroma mau nambah umur. Ngerasa kok tiba-tiba saya udah nambah tua lagi? Makin dekat aja menuju mati? Sementara saya belum berbuat apa-apa.

Ralat deng. Bukannya belum berbuat apa-apa. Lebih tepat dibilang belum menghasilkan apa-apa.

Padahal yaa... Kalau mengacu ke Teori Perkembangan Psikososial *tsaah* yang paling kondang, yaitu teorinya Erik Erikkson, manusia itu memiliki tugas-tugas perkembangan dalam tiap-tiap tahapan hidupnya. Tugas perkembangan tersebut akan memaksa individu menghadapi 'krisis' tertentu. 'Krisis' di sini bukan dimaksud bencana, tapi semacam turning point, yang menuntut manusia mengeluarkan semua potensinya. Semakin sukses kita menghadapi krisis tersebut, semakin kaya hidup kita.

Nah, di usia dewasa muda (yyuuk), semacam saya ini, krisis-nya adalah 'Intimacy vs Isolation'.

No need some brainiacs to understand what's that all about, rite? 
And apparently, I haven't mastered that task yet. Meh. :))

Ya secara gituuuu... Kemaren aja abis sakit hati kembali. Halah udah lah ya, males juga ngebahasnya.. xD

Sebenernya, dibandingkan tugas tersebut, ada tugas lain yang lebih  saya khawatirkan. Melainkan tugas perkembangan dari teori psikososial lainnya. Kali ini dari Levinson. Menurut beliau, umur 22-28 adalah 'novice phase', alias masa coba-coba seorang individu sebagai manusia dewasa.

Di tahap ini, intinya tugas utamanya adalah mengeksplorasi kemungkinan untuk mengembangkan struktur hidup yang lebih stabil. Stabil dari segi mental, emosional, sosial, dan perekonomian. 

Tugas ini juga belum saya penuhi. Uhuk....

Jadi seharusnya, kalau mengacu pada kedua teori di atas, seyogyanya saya sudah menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Tapi...

Saya sudah hampir 2 tahun kerja, tapi tabungan hampir NOL. Nggak ada rekam jejak hasil kerja saya yang rodi itu. Bukan masalah pendapatan yang kurang, tapi lebih karena saya nggak bisa mengelola. Buktinya, rekan kerja saya yang pendapatannya kurang lebih sama, bisa menghidupi keluarganya. Bisa menabung, bisa beli ini itu. Saya, menghidupi diri sendiri saja megap-megap.

In other words, here I am, about to enter another quarter of my lifespan, without any preparation. Neither in love department, nor in socio-economic area. Hmm...

Jadi saya sekarang khawatir, bagaimana kalau seandainya tugas-tugas tersebut nggak ada yang berhasil saya hadapi?
Bagaimana kalau, 3-4 tahun dari sekarang, saya masih belum punya keuangan yang cukup, kehidupan yang stabil, dan gagal membentuk keluarga? Bukannya nggak mungkin kan? Kenyataannya, sampai sekarang aja hidup saya masih gini-gini aja. Nggak ada kemajuan dari beberapa tahun silam.

Dan itu membuat saya merasa seperti orang gagal...
Dan ini membuat saya merasa seperti semacam makluk rendahan.

Terus terang saya lupa, apa yang akan terjadi kalau seseorang gagal menghadapi tugas perkembangannya. Apakah hidupnya akan langsung wassalam, sekian dan terima kasih? 

Tapi saya nggak mau cari tahu dulu, hehe...

Kenapa? Karena saya masih ingin mencoba. Dibandingkan melihat opsi 'apa yang terjadi jika saya gagal' saya lebih penasaran dengan opsi 'Bagaimana caranya agar saya nggak gagal?'
Saya rasa sampai detik ini saya belum gagal. Oke, mungkin sedikit merasa seperti gagal. Tapi bukan berarti gagal beneran kaan... Rasa seperti gagal itulah yang harus saya jadikan pacuan, agar saya nggak betul-betul gagal. Laah merasa gagal aja nggak enak, apalagi gagal beneran.

Dan saya rasa saya masih punya waktu.

Dimulai dari sekarang, masih bisa kan? :)


*note: maaf kalau teori perkembangannya kurang jelas. Hehe, gini deh, kalau kebanyakan bolos pas kuliah xD

0 komentar:

Posting Komentar